5 Cara Salah Mendidik Anak
Menjadi
orang tua memang tidak mudah, butuh kesabaran dalam membesarkan dan mendidik
anak. Tapi, jika cara Anda salah, itu juga berakibat fatal dan buruk untuk masa
depannya. Terkadang tanpa Anda sadari, sikap dan cara didik kepada anak justru
membuat mereka stres.
Kadang
kala terlalu memanjakan mereka, itu juga tidak baik bagi perkembangkan mereka.
Berikut
ini ada 5 cara mendidik anak yang dianggap salah, seperti dikutip dari Times of
India, Jumat (10/2).
Tidak ada waktuè Sebagai
orang tua, Anda mungkin tidak pernah menyediakan waktu dengan anak-anak.
Setidaknya menanyakan kegiatan mereka apa saja disekolah. Komunikasi dengan
anak penting, karena jika mereka punya masalah, akan disampaikan ke Anda dan
masalah itu bisa cepat diselesaikan.
Terlalu royal memberi hadiahè Sebaiknya
Anda tidak terlalu mudah memberikan anak hadiah apalagi jika tidak didukung
prestasi yang baik di sekolah. Anda boleh-boleh saja memberi mereka hadiah,
tentunya dengan memberi pengertian apabila prestasi di sekolah bagus, minimal
nilai pelajaran mereka baik.
Membandingkan-bandingkanè Banyak
orang tua yang membandingkan anak mereka dengan orang lain, baik itu saudara,
teman atau teman sekelas. Kondisi itu akan membuat meereka semakin merasa tidak
layak. Anda harus tahu, setiap anak memiliki kemampuan berbeda, jadi lebih baik
Anda memberi motivasi dan dukungan terhadap potensi yang ada padanya.
Terlalu dibebaniè Anak
juga butuh istirahat dan dicharge. Ibarat baterai, kegiatan yang padat
setelah sekolah seperti les, kursus dan lainnya sudah cukup membebani mereka.
Jadi, berilah mereka waktu menyalurkan hobi, apakah olahraga, mendengarkan
musik atau bahkan tidur.
Terlalu menuntutè Ujian
adalah saat-saat paling tidak menyenangkan bahkan menjadi beban bagi anak-anak.
Semakin terbebani karena Anda menuntut nilai yang bagus, kondisi ini bisa
membuat mereka semakin stres. Seharusnya, yakinkan anak Anda dan motivasi
mereka bahwa nilai jelek bukan akhir dari semuanya, karena masih ada kesempatan
lain.
Hukuman Fisik
Membuat Anak Lebih Agresif
Memberi
hukuman kepada anak secara fisik tidak akan mengurangi kenakalannya tapi justru
membuatnya lebih agresif.
Pernyataan
ini dibuat berdasarkan hasil penelitian Universitas Manitoba dan Rumah Sakit
Anak dari Timur Ontario selama 20 tahun terakhir.
Times
of India
menyebutkan kalau penulis studi Joan Duurant dan Ron Enson menemukan bahwa
hukuman fisik membuat anak lebih agresif dan dapat membahayakan mereka dalam
jangka panjang.
"Perilaku
anak-anak ini akan lebih agresif dan tidak takut terhadap orangtua, saudara,
teman mereka. Hukuman fisik juga berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan
mental, seperti depresi, kecemasan dan penggunaan obat dan alkohol," ujar
Durrant.
Ketika
500 orangtua dilatih untuk mengurangi ketergantungan mereka dalam menjatuhkan
hukuman fisik, ternyata perilaku agresif anak ikut menurun. Sekarang hukuman
fisik mulai ditinggalkan dan beralih ke upaya mendisiplinkan anak melalui
pendekatan konstruktif.
Jangan Hukum Anak Kalau Sedang Mengamuk
Anak
yang mengamuk di tempat publik mungkin akan membuat Anda sangat malu.
Bagaimana
mengatasinya ?
Sebagian
orangtua juga sering tidak tahu harus berbuat apa sehingga memilih untuk "bernegosiasi"
dengan anak, yang penting dia tidak lagi
menjerit dan berguling - guling di lantai. Namun, sebenarnya ada yang perlu
diketahui seputar perilaku tantrum ( mengamuk ) yang dilakukan anak.
Menurut
Dr Brenna E Lorenz, peneliti dari University of Guam, kita perlu memahami
mengapa anak mengalami tantrum. Ia mengamuk karena dorongan amarah dari dalam
dirinya. Sementara, kemarahan ini berakar dari rasa takut. Misalnya,
"Kalau saya tidak mendapat mainan ini sekarang, sampai kapan pun saya tidak
akan dibelikan orangtua saya." Rasa takut ini kemudian digantikan oleh
rasa sedih karena merasa dia tidak mendapat hal yang ia inginkan. Itu sebabnya,
ia menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan.
Sebagai
orangtua, hal terbaik yang perlu dilakukan pada situasi seperti ini bukanlah
menyerah pada keinginan anak dan memenuhinya. Meskipun hal ini adalah solusi
paling mudah, terutama apabila Anda sudah lelah atau masih harus mengurus anak
lainnya. Sekali Anda menyerah, anak akan kembali melakukan hal yang sama
karena ia tahu dengan cara itu ia bisa mendapatkan keinginannya. Untuk
itu, Anda perlu lebih banyak berbicara dengan anak agar ia terbiasa untuk
mengemukakan emosinya dengan cara yang lebih positif.
Lorenz
juga memberikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan orangtua saat anak
mengamuk :
1.
Tetaplah tenang dan berpikir jernih. Berfokuslah pada penyebab dia
mengamuk dan abaikan perilaku buruknya, hingga akhirnya ia menyadari bahwa cara
"berkomunikasi" seperti itu tidak membuahkan hasil.
2. Hindari menghukum anak.
Berteriak atau bahkan memukul anak hanya akan membuat tantrumnya menjadi lebih
parah. Dalam jangka panjang, perilaku ini akan ia pertahankan.
3. Jangan memberi apa yang ia inginkan.
Menyerah pada keinginannya hanya akan membuatnya melegalkan aksi tantrum untuk
mendapatkan yang ia inginkan.
4. Jaga agar anak tetap berada dalam
keadaan aman
meski sedang mengamuk.
5. Apabila memungkinkan, tempatkan dia
di tempat yang khusus
agar tidak mengganggu atau melukai orang lain ataupun dirinya sendiri.
6. Jangan biarkan reaksi negatif dari
orang sekitar Anda memengaruhi bagaimana Anda menangani tantrum anak.
Pak, Bu, Tolong Jangan Katakan Hal Ini pada
Anak Anda
Memiliki
dan membesarkan sang buah hati punya seni tersendiri. Apalagi, kata para
pemerhati anak, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tak jarang,
kita terlalu yakin mampu membesarkan buah hati dengan cara sendiri. Ternyata,
tidak semudah itu. Berawal dari komunikasi sehari-hari, perkembangan anak pun
bisa saja terganggu. Nah, bapak dan ibu, ada kata-kata yang sebaiknya tidak
Anda lontarkan untuk buah hati tercinta.
Apa
itu?
ð ''Pergi
sana! Bapak Mau Sendiri!''
Ketika
Anda kerap melontarkan kata-kata ini pada anak, Suzette Haden Elgin, pendiri
Ozark Center, mengatakan anak-anak akan berpikir tidak ada gunanya berbicara
dengan orang tuanya karena mereka selalu diusir. ''Jika Anda terbiasa
mengatakan hal-hal itu pada anak-anak sejak mereka kecil, biasanya mereka akan
mengatakan hal serupa ketika dewasa.''
ð ''Kamu
Itu...''
Pelabelan
pada anak adalah cara pintas untuk mengubah anak-anak. Jika seorang ibu
mengatakan, ''Anak saya memang pemalu'', maka anak akan menelan begitu saja
label itu tanpa bertanya apa pun. Apalagi, bila kita memberikan label buruk
pada anak-anak, itulah yang akan melekat dalam benak mereka. Seumur hidup.
Memiliki
dan membesarkan sang buah hati punya seni tersendiri. Apalagi, kata para
pemerhati anak, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tak jarang,
kita terlalu yakin mampu membesarkan buah hati dengan cara sendiri. Ternyata,
tidak semudah itu. Ternyata, dari komunikasi sehari-hari, perkembangan anak pun
bisa saja terganggu. Nah, bapak dan ibu, ada kata-kata yang sebaiknya tidak
Anda lontarkan untuk buah hati tercinta. Apa itu?
ð
''Jangan
Nangis'
Atau,
kata-kata serupa seperti, ''Jangan cengeng'' atau ''Nangis melulu''. Padahal,
untuk anak-anak yang belum dapat mengekspresikan emosi lewat kata-kata, mereka
hanya dapat menyalurkannya dengan cara menangis. Adalah wajar, bila anak-anak
merasa sedih atau ketakutan. ''Sebenarnya, wajar saja bila ortu ingin
melindungi anak mereka dari perasaan-perasaan itu. Tapi, dengan mengatakan
''jangan'' tidak berarti anak-anak akan lebih baik. ''Ini juga akan memberikan
kesan bahwa emosi mereka tidak benar, bahwa tidak baik untuk merasa takut atau
sedih,'' ujar Debbie Glasser, direktur Family Support Services.
Lebih
baik, katakan pada anak bahwa Anda memahami perasaan sedih yang dia alami.
''Ibu paham kamu takut dengan ombak. Ibu janji tidak akan melepaskan tanganmu
lagi, Nak...''
ð
''Kenapa
kamu tidak bisa seperti saudaramu?''
''Lihat
tuh, Doni rapi banget mengancing bajunya. Kok kamu tidak bisa?''
Para pakar menilai wajar orang tua
membandingkan anak - anaknya. Ini akan menjadi referensi terhadap perkembangan
anak-anak. Namun, tolong, jangan katakan ini di depan anak - anak. Ini karena
tiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka punya kepribadian tersendiri.
Membandingkan anak dengan orang lain berarti Anda menginginkan anak Anda
menjadi orang yang berbeda.
Mengapa Anak Berperilaku Buruk?
Perilaku
agresif terkadang lazim ditemui pada anak-anak usia dibawah lima tahun ( balita
). Namun jika perilaku tersebut masih bertahan sampai ia bersekolah TK atau SD,
hhhm bisa jadi ada yang salah dengan pola asuh ibunya.
Para
peneliti dari Universitas of Minnesota, Amerika Serikat, menyebutkan pada
umumnya pembawaan bayi adalah tenang. Tetapi pada satu masa di awal usia
balita, anak bisa punya kebiasaan suka memukul. Sifat agresif itu mencapai
puncaknya saat balita berusia 2,5 tahun, kemudian mereda.
Menurut
teori, balita berusia 4 tahun lebih bisa dikendalikan dibanding balita usia 2
tahun, dan anak berusia 6 tahun berperilaku lebih baik dibanding rata-rata anak
usia 4 tahun.
Namun
pada kenyataannya ada anak-anak yang berperilaku sulit diatur. Menurut Michael
Lorber, peneliti yang melakukan riset ini, ada sebagian anak yang tetap
berperilaku agresif sampai ia berusia 6 tahun.
"Anak
yang masih bersikap agresif di usia TK atau kelas I sekolah dasar berpotensi
besar membawa sikap itu sampai besar," kata Lorber.
Padahal,
literatur menyatakan anak yang agresif, seperti suka memukul atau melempar
benda saat tantrum, cenderung bermasalah di sekolah, beresiko tinggi depresi,
bahkan suka melakukan kekerasan pada pasangannya kelak.
Dalam
penelitian yang dilakukan Lorber terhadap 267 ibu dan anak, diketahui bayi usia
3 bulan pun sudah bisa meniru. Jika sejak bayi si ibu bersikap kurang sabar
atau suka mengomel, besar kemungkinan bayinya akan tumbuh menjadi anak
berperilaku buruk.
Sikap
agresif anak juga bisa timbul dari pengaruh sekelilingnya, seperti tayangan
televisi atau video games. Namun, Lorber menjelaskan bahwa pola asuh bukan
faktor tunggal dalam pembentukan perilaku anak karena ada juga pengaruh faktor
genetik.
Walau
begitu, ia menyarankan agar orangtua memberi contoh perilaku yang baik pada
anaknya. "Mulailah sedini mungkin. Menjadi orangtua yang sensitif dan
merespon kebutuhan sosial dan emosional anak sangatlah penting," katanya.
Anak Susah Makan, Jangan Dipaksa
Anak
kecil umumnya susah disuruh makan di usia 1-5 tahun. Biasanya, orangtua
melakukan berbagai cara agar si anak mau makan demi menjaga pertumbuhan si
Anak.
Ingat
satu kunci penting, jangan pernah paksa anak makan ketika dia memang tidak mau
makan. Ketika Anda memaksa dia makan padahal dia memang tidak mau atau susah
makan, itu bisa membuat si anak malah semakin jauh dari makanan.
Karena
ketika tiba waktu makan, anak selalu merasa ketakutan akan Anda paksa sehingga
dia malah benar - benar tidak mau makan. Kondisi ini bisa terbawa sampai dia
dewasa nanti.
Buatlah
suasana makan menjadi hal yang menyenangkan. Setidaknya dengan cara makan
bersama keluarga dan si anak melihat betapa lahapnya anggota lain makan, itu
akan membuatnya ikut makan.
Membuat
variasi menu juga penting untuk membuat anak mau makan. Anda bisa membuat
omelet nasi dan sayuran, orak arik telur, kentang dan wortel atau nasi goreng
telur. Lebih menarik lagi Anda bisa sajikan makanan tersebut semenarik mungkin.
Sebuah
penelitian menyebutkan anak-anak lebih suka melihat makanan dengan warna yang
banyak dan juga bentuk yang lucu-lucu. Tidak ada salahnya Anda meluangkan waktu
sedikit untuk itu semua demi anak tercinta.
Good
Luck Mom!
Anak Susah Makan ? Mulailah dengan Makan yang Lembut
Problem
para ibu saat memberi makan pada anak. Tidak sedikit anak yang tidak doyan
makan. Akibatnya asupan gizinya pun berkurang. Bagaimana mengatasinya?
Yuk
kita ikuti tips dari dr Amran Harun SpA, Spesialis Anak RS Graha Husada, Bandar
Lampung menyarankan agar para ibu mengenalkan berbagai macam makanan pada anak
dengan latihan dan kesabaran ekstra.
Disarankan
agar para ibu tidak bisa terburu-buru. Karena sifat anak biasanya hanya
menyukai makanan tertentu saja. Karena itu, lebih baik memulainya dengan
makanan yang lembut.
"Ibu
bisa memulainya dengan makanan yang lembut dulu. Nasi yang dibuat bubur dengan
campuran sayur-sayuran misalnya. Atau makanan dibentuk gambar-gambar lucu agar
ia tertarik untuk menyantapnya," beber Amran.
Selain
itu, suasana makan juga diperlukan. Sesekali bisa mengajak anak makan di taman
bermain agar suasana hatinya jadi senang. Jangan hanya di rumah saja yang bisa
membuat anak menjadi bosan.
Dan
tak lupa saat memberi makan pada anak, harus dalam keadaan lapar. Sebab jika
perutnya masih dalam kenyang pasti ia akan menolak. Jadi beri jarak untuk
pemberian makannya.
Sarapan Memacu Anak Berprestasi
Sarapan
yang tepat nutrisi sangat penting bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan karena
mampu memberikan kontribusi energi awal 20-25 persen kalori per hari,
membantu meningkatkan konsentrasi dan performa anak di sekolah.
Sarapan
juga dapat membantu mengatur berat badan anak terutama untuk mereka yang
memiliki nafsu makan tinggi serta memberikan kesempatan bagi tubuh untuk
menambah tingkat glukosa darah setelah 8-10 jam tubuh tanpa makanan ( sehabis
tidur ).
"Kebiasaan
melewatkan sarapan juga dapat mempengaruhi sistem metabolisme tubuh yang dapat
memberikan efek pusing, mengantuk, tidak dapat berkonsentrasi dan kurang
waspada," ungkap Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, Guru Besar Departement Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dalam
Sarapan Doube Power School Roadshow di SD Islam Dian Didaktika
bekerjasama dengan Klub Bobo di Jakarta, Selasa (1/11/2011).
Ia
mengatakan, pemahaman akan pentingnya sarapan berikut bagaimana nutrisi sarapan
yang tepat sebaiknya ditanamkan sejak dini, tidak hanya kepada para orang tua
saja namun juga kepada anak, karena sarapan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi anak di sekolah.
"Membiasakan
anak sarapan sebelum memulai hari menjadi sebuah langkah awal untuk
meningkatkan prestasi mereka di sekolah," ungkapnya.
Atiek
Fatimah, Brand Manager Blue Band mengungkapkan, pemilihan menu sarapan
yang tidak terlalu berat atau berlebihan kalorinya, namun cukup memenuhi
kebutuhan asupan zat gizi sehari-hari seperti mengandung karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral diajarkan kepada anak-anak dengan bahasa yang
ringan dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka.
"Pengenalan
serta melibatkan anak-anak secara langsung mengenai pembuatan menu sarapan yang
praktis serta lezat dari dua kekuatan, Blue Band dan Sari Roti juga dapat
membantu mengembangkan kreatifitas serta kemandirian anak. Dengan adanya
pilihan menu sarapan tersebut anak dapat membuat sarapan sendiri, berkreasi
sesuai dengan selera dan keinginan mereka," ucapnya.
Berikan Banyak Pujian dan Anak Akan Jadi Hebat
Perilaku
orangtua dalam mendidik sejak dini ternyata berkorelasi langsung dengan sikap,
pribadi buah hati di masa mendatang. Jika salah melakukan pengasuhan, yang
terjadi justru anak mempunyai sifat atau sikap negatif. Lalu bagaimana mendidik
anak yang tepat sehingga menjadi anak hebat ( incredible ).
Tak
ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Tetapi, orangtua tetap perlu belajar
menerapkan pola pengasuhan yang positif pada anak agar dapat membentuk karakter
positif anak di masa depan.
Hanny
Muchtar Darta dari EI Parenting Consultant saat talkshow "Pentingnya
Kecukupan Asupan Vitamin & Mineral Agar Anak Incredible" yang digelar
oleh Scott's Multivitamin di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, mengungkap
beberapa tips ataupun trik yang bisa menjadi rujukan :
1. Berkomunikasilah secara positif
Orangtua
harus mempunyai persepsi bahwa anak itu unik dan mempunyai perbedaan
dibandingkan anak yang lainnya. Jadi orangtua harus mempunyai kemampuan untuk
membangun bakat yang dimiliki dengan cara yang positif. Kalau ibu ingin anaknya
belajar bukan bilangnya "Jangan malas-malas". Tapi akan lebih baik
jika mengatakan "Ayo dong semangat belajar".
2. Hindari membandingkan dengan adik,
kakaknya atau dengan anak lain.
Jangan
membandingkan dengan yang lain, tapi bandingkan dengan kemajuan yang diperoleh
buah hati. Jangan mengatakan "Kakak kamu lebih hebat atau kakak kamu lebih
rajin belajarnya, jadi kamu harus seperti dia dong. Harusnya "Loh kamu
kemarin nilai Matematika dan Bahasa Inggris nilai kurang, seharusnya nanti
harus lebih baik".
3. Dorong anak untuk ikut kompetisi.
Anak
yang berusia 5-8 tahun lagi senang-senangnya berkompetisi karena dari segi
kognotifnya lagi senang-senangnya untuk menunjukkan kebisaannya dan kemampuan yang
dimilikinya. Tapi kalau sudah 12 tahun keinginan untuk berkompetisi turun. Jadi
kalau ingin membentuk anak yang hebat, ajaklah berkompetisi sejak kecil.
4. Hindari memotong pembicaraan.
Seringkali
dilakukan orangtua yang tidak sabar mendengarkan dan selalalu menyalahkan. Yang
harus dilakukan adalah mendengarkan terlebih dahulu dengan penuh perhatian.
Anak juga ingin dihargai pendapatnya. Jika ini dilakukan bisa melatih anak
berani mengemukakan pendapat, atau gagasan yang dimilikinya.
5. Fokus pada tujuan
Terkadang
orangtua asal memerintahkan. Misalnya, mengatakan jangan lupa baju olahragamu
dibawa pulang atau mengatakan jangan malu bertanya nanti sesat di jalan. Lebih
baik mengatakan, "Kalau berani bertanya, itu tanda anak cerdas,".
Jadi bicaranya lebih positif sehingga membuat anak menjadi terinspirasi.
6. Memberikan banyak pujian, tentunya
di tempat dan waktu yang tepat
Terlalu
banyak waktu Anda yang terbuang jika hanya mengkritik sikap buruk buah hati.
Sebaliknya, Anda jadi kekurangan waktu untuk memberinya pujian atas sikap
positifnya. Ada kalanya, sesekali Anda perlu mengucapkan, "Mama senang,
lho, lihat kamu membereskan mainan dan menyimpannya di tempat semula."
7. Berikan pelukan, belaian, dan ciuman
Biasakan
memeluk buah hati hingga 12 kali sehari. Tujuannya supaya ia merasakan adanya
kedekatan, kehangatan sehingga mampu membangun ikatan emosional yang baik
disamping anak akan merasa diterima dan didukung oleh orangtuanya.
8. Membangun aturan sederhana.
Melatih
kedisiplinan bisa dilakukan dengan membangun rutinitas misalnya: jam makan, jam
tidur, makan pada tempat yang benar, dan lain sebagainya. Ini akan melatih anak
hidup secara disiplin. Meski demikian, sebagai orangtua harus memberikan contoh
melakukan kedisiplinan. Jangan terus dilanggar.
9. Hindari untuk bicara dengan anak
ketika sedang mengalami emosi negative
Belajarlah
untuk memaklumi hal-hal yang bisa memicu anak kesal dan jengkel. Umumnya,
perasaan tidak nyaman ini dialami anak-anak saat dia sedang kelelahan, saat
Anda terlalu menuntutnya berbuat lebih, saat dia lapar, dan saat dia sakit.
Minimalisasi kondisi-kondisi yang membuatnya tidak nyaman ini untuk mengurangi
kejengkelan pada anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar