Selasa, 11 Desember 2012

Sad Story


"Kisah Seorang Anak Yang Mencoret Mobil Ayahnya"
Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota - kota besar meninggalkan anak – anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, Perempuan cantik  berusia tiga setengah tahun, Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah ia bersama ayun - ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya ataupun memetik bunga dan lain - lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan.
Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu berwarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak - anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya. Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini!!” …. Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Mukanya merah adam ketakutan lebih – lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu di rumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba - tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayah.. cantik…kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali - kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tidak mengerti apa - apa menangis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si ayah cukup lama memukul - mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka - luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit - jerit menahan pedih saat luka - lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”, jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol saja”, jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap”, kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya sangat serius. Setelah beberapa hari dirawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..”, kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut. Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah”, kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata - kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menanda tangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah... ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah.. sayang ibu”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang mbok Narti”, katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah... kembalikan tangan Dita.
Untuk apa diambil. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi!
Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?
Bagaimana Dita mau bermain nanti ?
Dita janji tidak akan mencoret - coret mobil lagi”, katanya berulang - ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar kata - kata anaknya.
Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur.
Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf. Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran batin sampai suatu saat sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yang tak bertepi.
Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya.

Kamis, 06 Desember 2012

5 Cara Salah Mendidik Anak


5 Cara Salah Mendidik Anak
Menjadi orang tua memang tidak mudah, butuh kesabaran dalam membesarkan dan mendidik anak. Tapi, jika cara Anda salah, itu juga berakibat fatal dan buruk untuk masa depannya. Terkadang tanpa Anda sadari, sikap dan cara didik kepada anak justru membuat mereka stres.
Kadang kala terlalu memanjakan mereka, itu juga tidak baik bagi perkembangkan mereka.
Berikut ini ada 5 cara mendidik anak yang dianggap salah, seperti dikutip dari Times of India, Jumat (10/2).
*   Tidak ada waktuè Sebagai orang tua, Anda mungkin tidak pernah menyediakan waktu dengan anak-anak. Setidaknya menanyakan kegiatan mereka apa saja disekolah. Komunikasi dengan anak penting, karena jika mereka punya masalah, akan disampaikan ke Anda dan masalah itu bisa cepat diselesaikan.
*   Terlalu royal memberi hadiahè Sebaiknya Anda tidak terlalu mudah memberikan anak hadiah apalagi jika tidak didukung prestasi yang baik di sekolah. Anda boleh-boleh saja memberi mereka hadiah, tentunya dengan memberi pengertian apabila prestasi di sekolah bagus, minimal nilai pelajaran mereka baik.
*   Membandingkan-bandingkanè Banyak orang tua yang membandingkan anak mereka dengan orang lain, baik itu saudara, teman atau teman sekelas. Kondisi itu akan membuat meereka semakin merasa tidak layak. Anda harus tahu, setiap anak memiliki kemampuan berbeda, jadi lebih baik Anda memberi motivasi dan dukungan terhadap potensi yang ada padanya.
*   Terlalu dibebaniè Anak juga butuh istirahat dan dicharge. Ibarat baterai, kegiatan yang padat setelah sekolah seperti les, kursus dan lainnya sudah cukup membebani mereka. Jadi, berilah mereka waktu menyalurkan hobi, apakah olahraga, mendengarkan musik atau bahkan tidur.
*   Terlalu menuntutè Ujian adalah saat-saat paling tidak menyenangkan bahkan menjadi beban bagi anak-anak. Semakin terbebani karena Anda menuntut nilai yang bagus, kondisi ini bisa membuat mereka semakin stres. Seharusnya, yakinkan anak Anda dan motivasi mereka bahwa nilai jelek bukan akhir dari semuanya, karena masih ada kesempatan lain.

Hukuman Fisik Membuat Anak Lebih Agresif
Hukuman Fisik Membuat Anak Lebih Agresif

Memberi hukuman kepada anak secara fisik tidak akan mengurangi kenakalannya tapi justru membuatnya lebih agresif.
Pernyataan ini dibuat berdasarkan hasil penelitian Universitas Manitoba dan Rumah Sakit Anak dari Timur Ontario selama 20 tahun terakhir.
Times of India menyebutkan kalau penulis studi Joan Duurant dan Ron Enson menemukan bahwa hukuman fisik membuat anak lebih agresif dan dapat membahayakan mereka dalam jangka panjang.
"Perilaku anak-anak ini akan lebih agresif dan tidak takut terhadap orangtua, saudara, teman mereka. Hukuman fisik juga berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan dan penggunaan obat dan alkohol," ujar Durrant.
Ketika 500 orangtua dilatih untuk mengurangi ketergantungan mereka dalam menjatuhkan hukuman fisik, ternyata perilaku agresif anak ikut menurun. Sekarang hukuman fisik mulai ditinggalkan dan beralih ke upaya mendisiplinkan anak melalui pendekatan konstruktif.

Jangan Hukum Anak Kalau Sedang Mengamuk
Anak yang mengamuk di tempat publik mungkin akan membuat Anda sangat malu.
Bagaimana mengatasinya ?
Sebagian orangtua juga sering tidak tahu harus berbuat apa sehingga memilih untuk "bernegosiasi" dengan anak,  yang penting dia tidak lagi menjerit dan berguling - guling di lantai. Namun, sebenarnya ada yang perlu diketahui seputar perilaku tantrum ( mengamuk ) yang dilakukan anak.
Menurut Dr Brenna E Lorenz, peneliti dari University of Guam, kita perlu memahami mengapa anak mengalami tantrum. Ia mengamuk karena dorongan amarah dari dalam dirinya. Sementara, kemarahan ini berakar dari rasa takut. Misalnya, "Kalau saya tidak mendapat mainan ini sekarang, sampai kapan pun saya tidak akan dibelikan orangtua saya." Rasa takut ini kemudian digantikan oleh rasa sedih karena merasa dia tidak mendapat hal yang ia inginkan. Itu sebabnya, ia menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan.
Sebagai orangtua, hal terbaik yang perlu dilakukan pada situasi seperti ini bukanlah menyerah pada keinginan anak dan memenuhinya. Meskipun hal ini adalah solusi paling mudah, terutama apabila Anda sudah lelah atau masih harus mengurus anak lainnya. Sekali Anda menyerah,  anak akan kembali melakukan hal yang sama karena ia tahu dengan cara itu ia bisa mendapatkan keinginannya. Untuk itu,  Anda perlu lebih banyak berbicara dengan anak agar ia terbiasa untuk mengemukakan emosinya dengan cara yang lebih positif.
Lorenz juga memberikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan orangtua saat anak mengamuk :
1. Tetaplah tenang dan berpikir jernih. Berfokuslah pada penyebab dia mengamuk dan abaikan perilaku buruknya, hingga akhirnya ia menyadari bahwa cara "berkomunikasi" seperti itu tidak membuahkan hasil.
2. Hindari menghukum anak. Berteriak atau bahkan memukul anak hanya akan membuat tantrumnya menjadi lebih parah. Dalam jangka panjang, perilaku ini akan ia pertahankan.
3. Jangan memberi apa yang ia inginkan. Menyerah pada keinginannya hanya akan membuatnya melegalkan aksi tantrum untuk mendapatkan yang ia inginkan.
4. Jaga agar anak tetap berada dalam keadaan aman meski sedang mengamuk.
5. Apabila memungkinkan, tempatkan dia di tempat yang khusus agar tidak mengganggu atau melukai orang lain ataupun dirinya sendiri.
6. Jangan biarkan reaksi negatif dari orang sekitar Anda memengaruhi bagaimana Anda menangani tantrum anak.

Pak, Bu, Tolong Jangan Katakan Hal Ini pada Anak Anda
Memiliki dan membesarkan sang buah hati punya seni tersendiri. Apalagi, kata para pemerhati anak, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tak jarang, kita terlalu yakin mampu membesarkan buah hati dengan cara sendiri. Ternyata, tidak semudah itu. Berawal dari komunikasi sehari-hari, perkembangan anak pun bisa saja terganggu. Nah, bapak dan ibu, ada kata-kata yang sebaiknya tidak Anda lontarkan untuk buah hati tercinta.
Apa itu?
ð ''Pergi sana! Bapak Mau Sendiri!''
Ketika Anda kerap melontarkan kata-kata ini pada anak, Suzette Haden Elgin, pendiri Ozark Center, mengatakan anak-anak akan berpikir tidak ada gunanya berbicara dengan orang tuanya karena mereka selalu diusir. ''Jika Anda terbiasa mengatakan hal-hal itu pada anak-anak sejak mereka kecil, biasanya mereka akan mengatakan hal serupa ketika dewasa.''
ð ''Kamu Itu...''
Pelabelan pada anak adalah cara pintas untuk mengubah anak-anak. Jika seorang ibu mengatakan, ''Anak saya memang pemalu'', maka anak akan menelan begitu saja label itu tanpa bertanya apa pun. Apalagi, bila kita memberikan label buruk pada anak-anak, itulah yang akan melekat dalam benak mereka. Seumur hidup.
Memiliki dan membesarkan sang buah hati punya seni tersendiri. Apalagi, kata para pemerhati anak, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tak jarang, kita terlalu yakin mampu membesarkan buah hati dengan cara sendiri. Ternyata, tidak semudah itu. Ternyata, dari komunikasi sehari-hari, perkembangan anak pun bisa saja terganggu. Nah, bapak dan ibu, ada kata-kata yang sebaiknya tidak Anda lontarkan untuk buah hati tercinta. Apa itu?
ð ''Jangan Nangis'
Atau, kata-kata serupa seperti, ''Jangan cengeng'' atau ''Nangis melulu''. Padahal, untuk anak-anak yang belum dapat mengekspresikan emosi lewat kata-kata, mereka hanya dapat menyalurkannya dengan cara menangis. Adalah wajar, bila anak-anak merasa sedih atau ketakutan. ''Sebenarnya, wajar saja bila ortu ingin melindungi anak mereka dari perasaan-perasaan itu. Tapi, dengan mengatakan ''jangan'' tidak berarti anak-anak akan lebih baik. ''Ini juga akan memberikan kesan bahwa emosi mereka tidak benar, bahwa tidak baik untuk merasa takut atau sedih,'' ujar Debbie Glasser, direktur Family Support Services.
Lebih baik, katakan pada anak bahwa Anda memahami perasaan sedih yang dia alami. ''Ibu paham kamu takut dengan ombak. Ibu janji tidak akan melepaskan tanganmu lagi, Nak...''
ð ''Kenapa kamu tidak bisa seperti saudaramu?''
''Lihat tuh, Doni rapi banget mengancing bajunya. Kok kamu tidak bisa?''
 Para pakar menilai wajar orang tua membandingkan anak - anaknya. Ini akan menjadi referensi terhadap perkembangan anak-anak. Namun, tolong, jangan katakan ini di depan anak - anak. Ini karena tiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka punya kepribadian tersendiri. Membandingkan anak dengan orang lain berarti Anda menginginkan anak Anda menjadi orang yang berbeda.
Mengapa Anak Berperilaku Buruk?
Perilaku agresif terkadang lazim ditemui pada anak-anak usia dibawah lima tahun ( balita ). Namun jika perilaku tersebut masih bertahan sampai ia bersekolah TK atau SD, hhhm bisa jadi ada yang salah dengan pola asuh ibunya.
Para peneliti dari Universitas of Minnesota, Amerika Serikat, menyebutkan pada umumnya pembawaan bayi adalah tenang. Tetapi pada satu masa di awal usia balita, anak bisa punya kebiasaan suka memukul. Sifat agresif itu mencapai puncaknya saat balita berusia 2,5 tahun, kemudian mereda.
Menurut teori, balita berusia 4 tahun lebih bisa dikendalikan dibanding balita usia 2 tahun, dan anak berusia 6 tahun berperilaku lebih baik dibanding rata-rata anak usia 4 tahun.
Namun pada kenyataannya ada anak-anak yang berperilaku sulit diatur. Menurut Michael Lorber, peneliti yang melakukan riset ini, ada sebagian anak yang tetap berperilaku agresif sampai ia berusia 6 tahun.
"Anak yang masih bersikap agresif di usia TK atau kelas I sekolah dasar berpotensi besar membawa sikap itu sampai besar," kata Lorber.
Padahal, literatur menyatakan anak yang agresif, seperti suka memukul atau melempar benda saat tantrum, cenderung bermasalah di sekolah, beresiko tinggi depresi, bahkan suka melakukan kekerasan pada pasangannya kelak.
Dalam penelitian yang dilakukan Lorber terhadap 267 ibu dan anak, diketahui bayi usia 3 bulan pun sudah bisa meniru. Jika sejak bayi si ibu bersikap kurang sabar atau suka mengomel, besar kemungkinan bayinya akan tumbuh menjadi anak berperilaku buruk.
Sikap agresif anak juga bisa timbul dari pengaruh sekelilingnya, seperti tayangan televisi atau video games. Namun, Lorber menjelaskan bahwa pola asuh bukan faktor tunggal dalam pembentukan perilaku anak karena ada juga pengaruh faktor genetik.
Walau begitu, ia menyarankan agar orangtua memberi contoh perilaku yang baik pada anaknya. "Mulailah sedini mungkin. Menjadi orangtua yang sensitif dan merespon kebutuhan sosial dan emosional anak sangatlah penting," katanya.
Anak Susah Makan, Jangan Dipaksa
Anak kecil umumnya susah disuruh makan di usia 1-5 tahun. Biasanya, orangtua melakukan berbagai cara agar si anak mau makan demi menjaga pertumbuhan si Anak.
Ingat satu kunci penting, jangan pernah paksa anak makan ketika dia memang tidak mau makan. Ketika Anda memaksa dia makan padahal dia memang tidak mau atau susah makan, itu bisa membuat si anak malah semakin jauh dari makanan.
Karena ketika tiba waktu makan, anak selalu merasa ketakutan akan Anda paksa sehingga dia malah benar - benar tidak mau makan. Kondisi ini bisa terbawa sampai dia dewasa nanti.
Buatlah suasana makan menjadi hal yang menyenangkan. Setidaknya dengan cara makan bersama keluarga dan si anak melihat betapa lahapnya anggota lain makan, itu akan membuatnya ikut makan.
Membuat variasi menu juga penting untuk membuat anak mau makan. Anda bisa membuat omelet nasi dan sayuran, orak arik telur, kentang dan wortel atau nasi goreng telur. Lebih menarik lagi Anda bisa sajikan makanan tersebut semenarik mungkin.
Sebuah penelitian menyebutkan anak-anak lebih suka melihat makanan dengan warna yang banyak dan juga bentuk yang lucu-lucu. Tidak ada salahnya Anda meluangkan waktu sedikit untuk itu semua demi anak tercinta.
Good Luck Mom!
Anak Susah Makan ? Mulailah dengan Makan yang Lembut
Problem para ibu saat memberi makan pada anak. Tidak sedikit anak yang tidak doyan makan. Akibatnya asupan gizinya pun berkurang. Bagaimana mengatasinya?
Yuk kita ikuti tips dari dr Amran Harun SpA, Spesialis Anak RS Graha Husada, Bandar Lampung menyarankan agar para ibu mengenalkan berbagai macam makanan pada anak dengan  latihan dan kesabaran ekstra.
Disarankan agar para ibu tidak bisa terburu-buru. Karena sifat anak biasanya hanya menyukai makanan tertentu saja. Karena itu, lebih baik memulainya dengan makanan yang lembut.
"Ibu bisa memulainya dengan makanan yang lembut dulu. Nasi yang dibuat bubur dengan campuran sayur-sayuran misalnya. Atau makanan dibentuk gambar-gambar lucu agar ia tertarik untuk menyantapnya," beber Amran.
Selain itu, suasana makan juga diperlukan. Sesekali bisa mengajak anak makan di taman bermain agar suasana hatinya jadi senang. Jangan hanya di rumah saja yang bisa membuat anak menjadi bosan.
Dan tak lupa saat memberi makan pada anak, harus dalam keadaan lapar. Sebab jika perutnya masih dalam kenyang pasti ia akan menolak. Jadi beri jarak untuk pemberian makannya.
Sarapan Memacu Anak Berprestasi
Sarapan yang tepat nutrisi sangat penting bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan karena mampu memberikan kontribusi energi awal 20-25 persen  kalori per hari, membantu meningkatkan konsentrasi dan performa anak di sekolah.
Sarapan juga dapat membantu mengatur berat badan anak terutama untuk mereka yang memiliki nafsu makan tinggi serta memberikan kesempatan bagi tubuh untuk menambah tingkat glukosa darah setelah 8-10 jam tubuh tanpa makanan ( sehabis tidur ).
"Kebiasaan melewatkan sarapan juga dapat mempengaruhi sistem metabolisme tubuh yang dapat memberikan efek pusing, mengantuk, tidak dapat berkonsentrasi dan kurang waspada," ungkap Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, Guru Besar Departement Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dalam  Sarapan Doube Power School Roadshow di  SD Islam Dian Didaktika bekerjasama dengan Klub Bobo di  Jakarta, Selasa (1/11/2011).
Ia  mengatakan, pemahaman akan pentingnya sarapan berikut bagaimana nutrisi sarapan yang tepat sebaiknya ditanamkan sejak dini, tidak hanya kepada para orang tua saja namun juga kepada anak, karena sarapan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi anak di sekolah.
"Membiasakan anak sarapan sebelum memulai hari menjadi sebuah langkah awal untuk meningkatkan prestasi mereka di sekolah," ungkapnya.
Atiek Fatimah, Brand Manager Blue Band mengungkapkan,  pemilihan menu sarapan yang tidak terlalu berat atau berlebihan kalorinya, namun cukup memenuhi kebutuhan asupan zat gizi sehari-hari seperti mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral diajarkan kepada anak-anak dengan bahasa yang ringan dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka.
"Pengenalan serta melibatkan anak-anak secara langsung mengenai pembuatan menu sarapan yang praktis serta lezat dari dua kekuatan, Blue Band dan Sari Roti juga dapat membantu mengembangkan kreatifitas serta kemandirian anak. Dengan adanya pilihan menu sarapan tersebut anak dapat membuat sarapan sendiri, berkreasi sesuai dengan selera dan keinginan mereka," ucapnya.
Berikan Banyak Pujian dan Anak Akan Jadi Hebat
Perilaku orangtua dalam mendidik sejak dini ternyata berkorelasi langsung dengan sikap, pribadi buah hati di masa mendatang. Jika salah melakukan pengasuhan, yang terjadi justru anak mempunyai sifat atau sikap negatif. Lalu bagaimana mendidik anak yang tepat sehingga menjadi anak hebat ( incredible ).
Tak ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Tetapi, orangtua tetap perlu belajar menerapkan pola pengasuhan yang positif pada anak agar dapat membentuk karakter positif anak di masa depan.
Hanny Muchtar Darta dari EI Parenting Consultant saat talkshow "Pentingnya Kecukupan Asupan Vitamin & Mineral Agar Anak Incredible" yang digelar oleh Scott's Multivitamin di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, mengungkap beberapa tips ataupun trik yang bisa menjadi rujukan :


1. Berkomunikasilah secara positif
Orangtua harus mempunyai persepsi bahwa anak itu unik dan mempunyai perbedaan dibandingkan anak yang lainnya. Jadi orangtua harus mempunyai kemampuan untuk membangun bakat yang dimiliki dengan cara yang positif. Kalau ibu ingin anaknya belajar bukan bilangnya "Jangan malas-malas". Tapi akan lebih baik jika mengatakan "Ayo dong semangat belajar".
2. Hindari membandingkan dengan adik, kakaknya atau dengan anak lain.
Jangan membandingkan dengan yang lain, tapi bandingkan dengan kemajuan yang diperoleh buah hati. Jangan mengatakan "Kakak kamu lebih hebat atau kakak kamu lebih rajin belajarnya, jadi kamu harus seperti dia dong. Harusnya "Loh kamu kemarin nilai Matematika dan Bahasa Inggris nilai kurang, seharusnya nanti harus lebih baik".
3. Dorong anak untuk ikut kompetisi.
Anak yang berusia 5-8 tahun lagi senang-senangnya berkompetisi karena dari segi kognotifnya lagi senang-senangnya untuk menunjukkan kebisaannya dan kemampuan yang dimilikinya. Tapi kalau sudah 12 tahun keinginan untuk berkompetisi turun. Jadi kalau ingin membentuk anak yang hebat, ajaklah berkompetisi sejak kecil.
4. Hindari memotong pembicaraan.
Seringkali dilakukan orangtua yang tidak sabar mendengarkan dan selalalu menyalahkan. Yang harus dilakukan adalah mendengarkan terlebih dahulu dengan penuh perhatian. Anak juga ingin dihargai pendapatnya. Jika ini dilakukan bisa melatih anak berani mengemukakan pendapat, atau gagasan yang dimilikinya.
5. Fokus pada tujuan
Terkadang orangtua asal memerintahkan. Misalnya, mengatakan jangan lupa baju olahragamu dibawa pulang atau mengatakan jangan malu bertanya nanti sesat di jalan. Lebih baik mengatakan, "Kalau berani bertanya, itu tanda anak cerdas,". Jadi bicaranya lebih positif sehingga membuat anak menjadi terinspirasi.
6. Memberikan banyak pujian, tentunya di tempat dan waktu yang tepat
Terlalu banyak waktu Anda yang terbuang jika hanya mengkritik sikap buruk buah hati. Sebaliknya, Anda jadi kekurangan waktu untuk memberinya pujian atas sikap positifnya. Ada kalanya, sesekali Anda perlu mengucapkan, "Mama senang, lho, lihat kamu membereskan mainan dan menyimpannya di tempat semula."
7. Berikan pelukan, belaian, dan ciuman
Biasakan memeluk buah hati hingga 12 kali sehari. Tujuannya supaya ia merasakan adanya kedekatan, kehangatan sehingga mampu membangun ikatan emosional yang baik disamping anak akan merasa diterima dan didukung oleh orangtuanya.
8. Membangun aturan sederhana.
Melatih kedisiplinan bisa dilakukan dengan membangun rutinitas misalnya: jam makan, jam tidur, makan pada tempat yang benar, dan lain sebagainya. Ini akan melatih anak hidup secara disiplin. Meski demikian, sebagai orangtua harus memberikan contoh melakukan kedisiplinan. Jangan terus dilanggar.
9. Hindari untuk bicara dengan anak ketika sedang mengalami emosi negative
Belajarlah untuk memaklumi hal-hal yang bisa memicu anak kesal dan jengkel. Umumnya, perasaan tidak nyaman ini dialami anak-anak saat dia sedang kelelahan, saat Anda terlalu menuntutnya berbuat lebih, saat dia lapar, dan saat dia sakit. Minimalisasi kondisi-kondisi yang membuatnya tidak nyaman ini untuk mengurangi kejengkelan pada anak.